GRAFFITI IN URBAN STYLE


Pergerakan graffiti di beberapa kota besar di Indonesia menghasilkan beberapa tanggapan dari masyarakat di kota itu sendiri pada umumnya. Beberapa di antara mereka menganggap bahwa graffiti bagian dari kriminalitas dan dikategorikan dalam bentuk suatu vandalisme. Mereka para bomber, yang oleh sebagian masyarakat dikatakan vandalisme, menuangkan arti sebuah kebebasan dalam sebuah coretan-coretan di dinding-dinding fasilitas umum. Coretan-coretan tersebut sebagai media untuk menyuarakan pendapat mereka tentang berbagai kritik sosial dalam kehidupan. Tak jarang para bomber yang mempunyai komunitas tersendiri mengalami konflik dengan pelaku bomber dari anggota genk (berandalan-red). Konflik itu sendiri oretan yang mereka sebut karya tersebut ditimpa dengan tulisan-tulisan yang tidak mempunyai nilai artistik, misal hanya dengan tulisan inisial suatu genk. Oleh karena sering terjadinya konflik, atau dengan kata lain kehidupan graffiti dekat sekali dengan perselisihan yang mengakibatkan rusaknya fasilitas umum, sebagian kalangan masyarakat menganggap graffiti itu termasuk kriminal. Contoh yang paling nyata adalah kehidupan graffiti di Jakarta. Tingkat kriminal yang diakibatkan oleh graffiti cukup besar, bahkan akibat dari konflik yang terjadi bisa sampai mengakibatkan kematian seseorang. Sunggung ironis memang, namun begitulah adanya kehidupan dalam dunia graffiti.
Namun ada juga sebagian masyarakat yang menganggap bahwa graffiti itu adalah bagian dari seni. Hanya saja dalam penyampaiannya melalui media yang dirasa kurang tepat. Di Jogja misalnya, graffiti sangat disambut hangat oleh warga masyarakat kota Jogja. Tidak ada penolakan sama sekali untuk adanya graffiti di kota Jogja. Ini dikarenakan graffiti (beserta mural) dituangkan dalam media yang tepat sehingga menambah keindahan suasana kota. Dinding-dinding yang kotor dan tidak terpakai lagi, dijadikan media untuk para bomber (dan mural) untuk menuangkan ide dan kritik sosial yang "nyentil". Graffiti dan mural di Kota jogja sudah terkoordinir dengan baik. Mereka tidak dianggap sebagai perusak, namun mereka dianggap sebagai seniman jalanan yang siap menambah keindahan kota. Contohnya adalah rolling door kios-kios disepanjang jl. kepatihan, akan terlihat indah ketika kios-kios tersebut tutup. Rolling door yang semula hanya berwarna abu-abu tua, berubah menjadi sangat berwarna oleh karena telah di-bomb.
Begitulah kira-kira opini masyarakat tentang graffiti. Ada yang mendukung, namun ada pula yang menolak. Saya punya pendapat yang lain. Dalam garis besarnya saya setuju dengan apa yang terjadi di Jogja. Namun akan lebih menarik jika karya mereka diberikan ruang khusus dalam sebuah gallery seni, yang nantinya akan menaikkan derajat para bomber dan mural lebih ke arah sebagai seorang seniman.
Semoga lebih baik.

JANGAN CORET-CORET SEMBARANGAN YAAA...

Share:

3 komentar

  1. DON'T TOO MUCH OFFENSIVE POLICE MAN!!!

    BalasHapus
  2. artikel yang menarik, terimakasih telah berbagi. ane bener-bener lagi nyari yang seperti ini.

    oia, jangan lupa mampir ke sini ya...

    BalasHapus